Teori Pencelupan Serat – serat
Tekstil (Dyeing of Textile fiber).
Pencelupan
merupakan suatu upaya dalam meningkatkan nilai komersil dari barang tekstil.
Nilai komersil ini menyangkut nilai indra seperti warna, pola dan mode, dan
nilai – nilai guna yang tergantung dari apakah produk akhir dipakai untuk
pakaian, barang – barang rumah tangga atau penggunaan lain. Lagi pula, nilai –
nilai guna sebagai pakaian tergantung pada tingkatan yang dikehendaki dari
sifat – sifat penyesuaian seperti misalnya sifat – sifat pemakaian, sifat –
sifat pengolahan, sifat – sifat perombakan dan sifat – sifat sebagai cadangan.
Nilai – nilai ini dapat diberikan dengan cara – cara yang beraneka ragam oleh
macam – macam bahan, seperti serat – serat kapas, benang – benang, kain tenun,
dan kain rajut, bermacam – macam cara proses, termasuk pencelupan.
Serat tekstil
sebagai bahan baku utama untuk industri tekstil memegang peranan sangat
penting. Serat tekstil yang digunakan pada industri tekstil bermacam – macam
jenisnya. Ada yang langsung diperoleh dari alam dan ada juga yang berupa serat
buatan. Sifat serat tekstil yang digunakan akan mempengaruhi proses
pengolahannya dan juga akan sangat menentukan sifat bahan tekstil jadinya.
Pemilihan zat
warna yang sesuai untuk serat merupakan suatu hal yang penting. Pewarnaan akan
memberikan nilai jual yang lebih tinggi. Efisiensi zat warna sangat penting
dimana harga – bahan kimia cenderung mengalami kenaikan. Selain itu efektifitas
kecocokan warna harus diperhatikan kerena merupakan faktor utama penentu mutu
produk tekstil.
Pencelupan adalah
suatu proses pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dan baik, sesuai
dengan warna yang diinginkan. Sebelum pencelupan dilakukan maka harus dipilih
zat warna yang sesuai dengan serat. Pencelupan dapat dilakukan dengan berbagai
macam teknik dengan menggunakan alat – alat tertentu pula.
Pencelupan pada
umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat warna dalam air atau
medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil kedalam larutan tersebut
sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat. Penyerapan zat warna
kedalam serat merupakan suatu reaksi eksotermik dan reaksi kesetimbangan.
Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam, alkali atau lainnya ditambahkan
kedalam larutan celup dan kemudian pencelupan diteruskan hingga diperoleh warna
yang dikehendaki.
Vickerstaf
menyimpulkan bahwa dalam pencelupan terjadi tiga tahap, yaitu :
Tahap pertama
merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu bergerak, pada suhu
tinggi gerakan molekul cepat. Kemudian bahan tekstil dimasukkan kedalam larutan
celup. Serat tekstil dalam larutan bersifat negatif pada permukaannya sehingga
dalam tahap ini terdapat dua kemungkinan yakni molekul zat warna akan tertarik
oleh serat atau tertolak menjauhi serat. Oleh karena itu perlu penambahan zat –
zat pembantu untuk mendorong zat warna lebih mudah mendekati permukaan serat.
Peristiwa tahap pertama tersebut sering disebut difusi zat warna dalam larutan.
Dalam tahap kedua
molekul zat warna yang mempunyai tenaga cukup besar dapat mengatasi gaya – gaya
tolak dari permukaan serat, sehingga molekul zat warna tersebut dapat terserap
menempel pada permukaan serat. Peristiwa ini disebut adsorpsi.
Tahap ketiga yang
merupakan bagian yang terpenting dalam pencelupan adalah penetrasi atau difusi
zat warna dari permukaan serat kepusat. Tahap ketiga merupakan proses yang
paling lambat sehingga dipergunakan sebagai ukuran menentukan kecepatan celup.
Gaya –
gaya ikat pada pencelupan
Agar supaya
pencelupan dan hasil celupan baik dan tahan cuci, maka gaya ikatan antara zat
warna dengan serat harus lebih besar daripada gaya – gaya yang bekerja antara
zat warna dengan air. Pada dasarnya dalam pencelupan terdapat empat jenis gaya
ikatan yang menyebabkan adanya daya serap yaitu ;
Merupakan ikatan
sekunder yang terbentuk karena atom hidrogen pada gugus hidroksil atau amina
mengadakan ikatan yang lemah dengan atom lainnya. Contoh : zat warna direk,
naftol, dispersi.
Ikatan antara zat
warna dengan serat yang kedua merupakan ikatan yang timbul karena gaya tarik
menarik antara muatan yang berlawanan. Contoh : Zat warna asam, zat warna basa.
- Ikatan non polar/ Van der Waals
Pada proses
pencelupan daya tarik antara zat warna dan serat akan bekerja lebih sempurna
bila molekul – molekul zat warna tersebut berbentuk memanjang dan datar. Contoh
: zat warna direk, zat warna bejana, belerang, dispersi, dan sebagainya.
Misalnya zat warna
reaktif terikat pada serat dengan ikatan kovalen yang sifatnya lebih kuat
daripada ikatan – ikatan lainnya sehingga sukar dilunturkan.
Sifat – sifat
pencelupan suatu zat warna sering direpresentasikan dalam suatu kurva
pencelupan tertentu. Dari kurva tersebut diharapkan dapat diperoleh
interpretasi yang lebih nyata tentang karakteristik zat warna dalam proses
pencelupan.
Afinitas sesuatu
zat warna umumnya merefleksikan kurva isotherm penyerapan, yakni kurva yang
melukiskan perbandingan antar azat warna yang tercelup di dalam serat dengan
zat warna di dalam larutan pada berbagai konsentrasi, diukur pada suhu yang
sama. Apabila isotherm tersebut merupakan larutan sesuatu zat dalam sistem
cairan dua fasa, maka akan diperoleh isotherm garis lurus menurut rumus Nerst.
Gambar 1. : Kurva Isoterm Penyerapan
Isotherm Langmuir,
yaitu yang kerap kali dipergunakan dalam peristiwa pencelupan dimana
serat-serat tekstil dianggap mempunyai tempat-tempat tertentu yang aktif dan
terbatas yang dapat ditempati oleh molekul-molekul zat warna. Apabila
tempat-tempat tersebut telah terisi, maka penyerapan zat warna akan berhenti
meskipun konsentrasinya dalam larutan ditambah.
Df = Konsentrasi zat warna dalam serat (g/ kg).
Kemudian isotherm
yang ketiga yang juga banyak dipergunakan dalam pencelupan adalah isotherm
Freundlich. Isotherm tersebut tidak mempunyai batas penempatan molekul-molekul
zat warna dalam molekul serat, dan dapat dituliskan dalam suatu rumus atau
bentuk kurva.
Df = k (Ds)X
Dimana : Df = konsentrasi zat warna dalam serat
Ds = konsentrasi zat warna dalam larutan
x = pangkat suatu bilangan pecahan
k = suatu konstanta
Pencelupan
adalah suatu proses pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dan baik,
sesuai dengan warna yang diinginkan. Dalam pencelupan mempunyai tujuan – tujuan
dan sasaran yang hendak dicapai antara lain :
- Kerataan hasil pencelupan
- Keadaan bahan sebelum celup
- Bebas dari minyak
- Scouring/ Bleaching yang merata
- Hasil merserisasi yang merata
- Bahan tidak kusut
- Tidak terjadi kostiksasi setempat
- Penempatan bahan dalam mesin yang rapi
- Kurva penyerapan zat warna
- Kurva fiksasi zat warna
- Sifat migrasi zat warna
- Ikuti program yang telah ditentukan
- Perhatikan urutan proses pemasukan zat
warna dan obat bantu
- Pemasukan zat warna garam alkali sesuai dengan waktu
yang ditentukan.
-
- Pengaruh mekanisme bahan, mesin dan larutan.
- Penempatan bahan dimesin
- Kecepatan bahan dalam mesin – mesin
menit per cycle
- Bahan terlalu cepat terjadi kemacetan,
friksi dan berbulu.
- Bahan terlalu lambat mengakibatkan belang
- Reproduksi yang baik
- Pengaruh liquor ratio
- Jumlah garam dan alkali yang sama zat
warna, dengan LR yang tinggi warna akan menjadi muda
- Konsentrasi garam dan alkali berubah
-
- Stabilitas kualitas bahan
- Gunakan asal material yang sama
- Proses merserisasi yang sama
- Proses dan kondisi S/B yang konsisten
- Hilangkan sisa – sisa hidrogen peroksida dari S/B
- Reaksi antara zat warna dengan bahan ditentukan oleh
jenis dan jumlah alkali dan temperatur.
Menyangkut beberapa hal :
-
- Faktor waktu, berhubungan ke produktifitas dan
biaya.
- Penggunaan air, berhubungan dengan
bagian konservasi air.
- Penyabunan, hubungannya dengan daya
tahan luntur.
- Fiksasi yang tinggi, hubungannya dengan penyabunan
dan air limbah.
Proses
persiapan pencelupan meliputi pelarutan zat warna, penggunaan air dan zat
pelunak air yang dipakai, persiapan bahan, pemasakan, pengelantangan. Metode
pencelupan bermacam – macam tergantung efektifitas dan efisiensi yang akan
diharapkan. Metode pencelupan bahan tekstil diantaranya adalah :
- Metode pencelupan, Mc
Winch, Jet/ over flow, package, dan beam.
- Metode normal proses, penambahan garam
secara bertahap.
- Metode all – in proses.
- Metode migrasi proses.
- Metode isotermal proses.
- Metode pencelupan cara jigger
- Metode pencelupan cara pad – batch.
Teknik
pencelupan lainnya adalah sistem kontinyu atau semi kontinyu, exhoution, teknik
migrasi, cara
carrier atau pengemban, cara HT/HP atau tekanan dan suhu tinggi,
cara thermosol, dengan pelarut organik, dengan larutan celup tuggal/ ganda,
cara satu bejana celup, dengan pemeraman, dan sebagainya.
Sebelum dilakukan pencelupan maka bahan
tekstil harus dilakukan pretreatment terlebih dahulu
supaya hasil celup sempurna. Diantara proses tersebut adalah :
Singieng : Menghilangkan bulu
– bulu yang timbul pada benang atau kain akibat gesekan – gesekan yang terjadi
pada proses pertenunan, proses ini dimaksudkan supaya permukaan kain akan
menjadi rata, sehingga pada proses pencelupan akan didapatkan warna yang rata dan
cemerlang.
Dezising : Menghilangkan zat –
zat kanji yang melapisi permukaan kain atau benang, sehingga dengan hilangnya
kanji tersebut penyerapan obat – obat kimia kedalam kain tidak terhalang.
Scouring : Menghilangkan pectin, lilin, lemak dan kotoran atau debu – debu yang ada
pada serat kapas. Zat – zat ini akan menolak pembasah air sehingga kapas yang
belum dimasak susah dibasahi yang menyebabkan proses penyerapan larutan obat –
obat kimia dalam proses – proses berikutnya tidak terjadi dengan sempurna.
Bleaching : Menghilangkan zat – zat pigmen warna dalam serat yang tidak bisa hilang
pada saat proses scouring, sehingga warna bahan menjadi lebih putih bersih dan
tidak mempengaruhi hasil warna pada saat proses pencelupan dan pemutihan
optical.
Mercerizing : Memberikan penampang serat yang lebih bulat dengan melepaskan putaran
serat atau reorientasi dari rantai – rantai molekul selulosa menyebabkan
deretan kristalin yang lebih sejajar dan teratur. Proses ini akan menambah
kilap, daya serap terhadap zat warna bertambah, memperbaiki kestabilan dimensi,
kekuatan tarik bertambah, memperbaiki dan menghilangkan efek negative kapas
yang belum matang/kapas mati.
Beberapa
pretreatment kadang tidak harus semua dilakukan hal ini tergantung pada
kebutuhan. Setelah selesai pengerjaan tersebut pencelupan dapat dilakukan
misalnya pencelupan dengan sistem exhoution/ perendaman dan sistem kontinyu.
Hal –
hal yang mempengaruhi proses pencelupan.
·
Pada intinya
penambahan elektrolit kedalam larutan celup adalah memperbesar jumlah zat warna
yang terserap oleh serat, meskipun beraneka zat warna akan mempunyai
kesepakatan yang berbeda.
Pada umumnya
peristiwa pencelupan adalah eksotermis. Maka dalam keadaan setimbang penyerapan
zat warna pada suhu yang tinggi akan lebih sedikit bila dibandingkan penyerapan
pada suhu yang rendah. Akan tetapi dalam praktek keadaan setimbang tersebut
sukar dapat dicapai hingga pada umumnya dalam pencelupan memerlukan pemanasan
untuk mempercepat reaksi
- Pengaruh perbandingan larutan
Perbandingan
larutan celup artinya perbandingan antara besarnya larutan terhadap berat bahan
tekstil yang diproses. Dalam kurva isotherm terlihat bahwa kenaikan konsentrasi
zat warna dalam larutan akan menambah besarnya penyerapan.
Maka untuk
mencelup warna-warna tua diusahakan untuk memakai perbandingan larutan celup
yang kecil, sehingga zat warna yang terbuang atau hilang hanya sedikit. Untuk
mengurangi pemborosan dalam pemakian zat warna dapat mempergunakan larutan
simpan bekas (standing bath) celupan. Dengan menambahkan zat warna baru pada larutan bekas tadi maka
dapat diperoleh larutan celup dengan konsentrasi seperti semula.
Penambahan alkali
mempunyai pengaruh menambah penyerapan. Meskipun demikian kerap kali
dipergunakan soda abu untuk mengurangi kesadahan air yang dipakai atau untuk
memperbaiki ke larutan zat warna.
Hal –
hal yang perlu diperhatikan pada proses pencelupan.
Untuk
memperoleh kerataan pencelupan ada dua cara yang dapat ditempuh yaitu dengan
pengendalian adsorpsi dan peningkatan migrasi terutama dengan adisi Leveling Agent. Kurva pencelupan diproyeksikan untuk mengendalikan
proses pencelupan. Beberapa kurva yang sering dipakai adalah :
- Exhoustion curve (kurva isotermis)
Yaitu
kurva yang menunjukkan jumlah zat warna yang teradsorpsi sebagai persentasi
dari jumlah zat warna yang digunakan mula – mula pada berbagai unit waktu dan
temperatur yang konstan.
Kurva
ini menggambarkan persentasi penyerapan zat warna pada berbagai temperatur
pencelupan pada suatu konsentrasi tertentu.
Kurva
ini dibuat terlebih dahulu menentukan waktu dan temperatur yang dicapai
sehubungan dengan waktu tersebut. Zat warna yang terserap pada setiap waktu/
temperatur dinyatakan sebagai persentasi dari konsentrasi yang digunakan, pada
temperatur maksimum penerapan zat warna dinyatakan sebagai fungsi dari waktu.
Kurva
adsorpsi ini dapat diperoleh dengan mencelup bahan dengan zat warna pada
konsentrasi tertentu.
Berdasarkan
uji statistik diperoleh ketentuan bahwa kerataam pencelupan ditentukan oleh
kerataan distribusi dari 80% zat warna yang dipakai. Penyerapan zat warna pada
prinsipnya mengikuti kurva distribusi statistik normal. Karena kerataan
pencelupan ditentukan pada daerah penyerapan 80% zat warna maka daerah ini
disebut pula daerah pencelupan kritis. Karena pada daerah pencelupan kritis
pembagian zat warna yang menentukan kerataan terserap, maka sudah selayaknya
pada daerah ini kecepatan pemanasan dilakukan lebih perlahan.
- Diagram Proses Pencelupan
Proses
pencelupan yang optimal ialah proses yang mengatur parameter – parameter
pencelupan sedemikian rupa hasil pewarnaan yang baik diperoleh dalam waktu yang
sesingkat mungkin tanpa mengurangi daya kerataan dan reproduksi yang baik.
Parameter proses pencelupan yang paling utama adalah waktu dan temperatur.
Diagram
proses pencelupan adalah diagram yang menunjukkan hubungan antara temperatur
dan waktu pencelupan atau dengan kata lain diagram yang menunjukkan kecepatan
penaikan/ penurunan temperatur dan lamanya waktu pada suatu temperatur
tertentu. Makin lambat penaikan temperatur makin kecil
resiko ketidakrataan tapi dilain pihak makin rendah produktivitas.
Diagram
proses pencelupan yang rasional adalah diagram yang mengatur kecepatan penaikan
temperatur sehingga hasil yang baik dapat dicapai dalam waktu yang sesingkat
mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan jalan memperlambat penaikan temperatur
pada daerah pencelupan kritis dan mempercepat penaikan temperatur diluar daerah
kritis tersebut.